Tambal lorok adalah sebuah kawasan perkampungan nelayan di kelurahan Tanjung Mas kecamatan Semarang Utara. Kawasan ini mempunyai jumlah KK 1051 KK[1]. Kawasan ini mempunyai permasalahan unik berkaitan dengan kondisi lingkungannya. Setiap tahunnya selalu terjadi penurunan kualitas lingkungan yang mempunyai resiko ekologis terhadap kelangsungan hidup. Kawasan yang masuk daerah pelabuhan Tanjung Emas Semarang banyak mendapat sorotan mengenai kondisi lingkungannya. Lingkungan di kawasan ini mengalami penurunan kualitas untuk menyokong keberlanjutan hidup. Kondisi lingkungan di daerah tersebut yang akan dipaparkan dalam tulisan ini adalah kondisi air sumur yang tercemar karena intrusi air laut, eksploitasi air tanah, dan juga semakin parahnya amblesan tanah.
Kondisi Air Tanah
Walaupun belum separah Jakarta, nampaknya di beberapa kota besar di Jawa, termasuk Semarang, memasuki fasa mengkhawatirkan. Kajian eksploratif dan dokumentatif menunjukkan penyebaran air payau semakin luas dan kadar garam semakin tinggi. Pemanfaatan air tanah di kawasan pantai yang dilakukan berlebihan tanpa perhitungan akan menyebabkan air laut begitu mudah meresap ke darat. Daerah tersebut sampai kedalaman 40 meter air tanah sudah payau. Air tanah segar baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 meter. Kadar garam air tanah yang cukup tinggi menyebabkan sumber air minum warga berkurang. Jika 10 tahun yang lalu dapat mengambil air sumur dan mendapatkan air yang segar, sekarang mereka yang tinggal di kawasan tersebut tidak dapat menikmatinya lagi. Salinitas tertinggi dengan harga daya hantar listrik (DHL) mendekati 2.000 mW/cm (micro ohm tiap centimeter). Padahal nilai DHL air tawar kurang dari 400 mW/cm, dan air payau antara 400 mW/cm sampai 2.500 mW/cm. Beberapa warga tambak lorok mempunyai sumur gali yang sangat dangkal hanya 5-10 meter kedalamannya. Airnya rasanya asin.
Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi juga dari jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum, hanya untuk MCK. Air tanah dangkal di kawasan ini mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe 11,7 mg/l. Kekeruhan tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Kekeruhan dan kelebihan unsur-unsurnya begitu jelas sehingga air berwarna kecoklatan dan terasa asin. Kondisi air tanah dangkal semakin memprihatinkan. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 meter memiliki salinitas tinggi.
Tanah yang semakin amblas
Setiap tahun ketinggian tanah Kota Semarang mengalami penurunan/amblasan (land subsidence) antara 0,6-1,2 cm. Salah satu penyebabnya makin parahnya rob (luapan air laut pasang) di Kota Semarang bagian bawah akibat pengeboran air bawah tanah (ABT) yang tidak terkendali. Rob memang gejala alam. Pengeboran air bawah tanah banyak dilakukan oleh perusahaan dan pengembang perumahan dengan membangun sumur artesis.
Masyarakat menilai, revitalisasi pelabuhan Tanjung Mas di Semarang tahun 1980 dan 1985, dan berdirinya pabrik-pabrik di Sayung memucu terjadinya perubahan besar. Air laut mulai merembes ke sumur dan lahan sawah. Sejak itu, lahan sawah yang tidak dapat ditanami, dan akhirnya menjadi tambak. Dan tentu saja, imbasnya, air mulai menjadi masalah. Ketika tahun 1991 listrik masuk desa, permasalahan air diatasi memasang pompa untuk mengangkat air pada kedalaman sekitar 100 meter. Pada tahun 1990 jumlah sumur bor yang tercatat di Kota Semarang sekitar 300 unit dengan pengambilan 23 juta m3 per tahun. Pada tahun 1995 jumlah tersebut meningkat menjadi 320 unit dengan pengambilan air 27 juta m3 per tahun. Pada tahun 2000, jumlah sumur bor meningkat nebhadi 1050 unit dengan pengambilan air sebanyak 107,369 m3 per hari atau 39.189.827 m3 setiap tahun. Karena pembuatan sumur artetis yang tidak terkontrol inilah, setiap tahunnya amblasan permukaan tanah di Semarang mencapai 1,2 cm. Untuk mengantisipasi menjamurnya sumur air bawah tanah khusus di Semarang, pada tahun 2003 Direktoran Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan SK larangan pembuatan sumur air bawah tanah di kawasan Semarang bawah[2]. Warga kawasan ini dalam 3-5 tahun sekali selalu memperbaiki rumahnya yang amblas.
Pelan tapi pasti, perubahan terus terjadi. Tanah ambles dan sejumlah tambak mulai tenggelam. Garis pantai ke pemukiman tinggal 1 km. Masyarakat menilai, pengerukan pelabuhan Tanjung Mas tahun 1995 menjadikan abrasi semakin parah. Jalan ke Tambaksari, yang semula mempunyai lebar 5 meter dan tinggi 1,5, mulai tenggelam saat air pasang, dan menyempit tinggal 1 meter. Perubahan lain yang dirasakan masyarakat adalah menurunnya jumlah dan mutu air minum. Debit pompa mengecil dan airnya berwarna kekuningan.
Intrusi Air laut
Sebuah peristiwa sepele : hanya garis pantai makin menjorok ke darat. Tapi, menjadi tidak sepele ketika tambak dan sawah masyarakat ikut tenggelam, kampung kebanjiran. Paling mencolok adalah perubahan lahan sawah yang menjadi tidak berfungsi karena air asin meresap. Ketika lahan itu dirubah menjadi tambak, banjir pasang surut dan abrasi menenggelamkannya.
Kasus intrusi air laut memang tidak hanya terjadi di tambak lorok. Ini hanya sebuah contih dari banyak kawasan pesisir indonesia yang terkena dampaknya. Dampak dari penurunan tanah yang terus berlangsung menyebabkan semakin banyaknya resapan air laut. Ini mencemari air sumur yang semula digunakan warga untuk minum. Di kawasan tambak lorok yang terdiri dari 5 RW hanya ditemukan 3 sumur dangkal yang airnya kotor berwarna kuning kecoklatan. Mereka mengatakan karena resapan air laut menyebabkan sebagian besar warga menutup sumur dangkal mereka dan menggantinya dengan sumur bor. Mereka tidak peduli dengan penggalian sumur bor yang mempunyai peranan signifikan terjadinya penurunan air tanah.
beberapa paparan di atas menunjukkan bagaimana kemerosotan kualitas lingkungan tambak lorok terjadi. Atas manajemen air misalnya, pengambilan air tanah belum dilakukan hati-hati, baik dalam menentukan titik sumur bor, kedalaman sumur, maupun jumlah air yang diambil. Padahal jelas, secara teknis, sulit mengubah kondisi air tanah yang telah terkena intrusi air laut menjadi lebih baik kembali. Kita yang tidak mengalami kemerosotan lingkungan di kawasan tersebut seolah mengabaikannya
0 Comments:
<< Home | << Add a comment